Jepang Bantu RI Bangun Infrastruktur Selama 60 Tahun, Apa Saja ?


Kerjasama Indonesia-Jepang telah berlangsung lama dan terus berkembang, termasuk dalam bidang infrastruktur. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, komitmen dan kepercayaan yang kuat menjadi kunci terjalinnya kerjasama yang baik antara kedua negara yang telah menjalin 60 tahun hubungan diplomatik, sejak 1958 sampai 2018.

"Orang Jepang sangat menghargai komitmen, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kerjasama. Semuanya sangat terperinci. Mereka juga sangat menghargai hubungan personal, sehingga sangat penting untuk menjaga kepercayaan serta kredibilitas," tuturnya dalam keterangan tertulis, Jumat (23/11/2018). 

"Dengan menjaga prinsip tersebut, Insya Allah hubungan Indonesia-Jepang akan lebih baik menuju kerjasama yang unggul dan berdaya saing, terutama dalam pengembangan Sumber Daya Manusia," lanjutnya.

Dia melanjutkan, kerjasama Indonesia-Jepang khususnya dengan Kementerian PUPR tidak hanya semakin kuat di infrastruktur, namun juga semakin luas ke sektor lainnya. Awalnya, kerjasama dengan Pemerintah Jepang yang dimulai sejak tahun 1958 lebih banyak pada pembangunan infrastruktur sumber daya air yang difokuskan pada 4 bidang.

Keempat bidang tersebut yakni Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Air (Water Resources Development & Management), Pengurangan Risiko Bencana Banjir (Flood Disaster Risk Reduction), Pengurangan Risiko Bencana Akibat Lahar (Sediment-Related Disaster Risk Reduction) dan Konservasi Pantai (Beach Conservation).

"Kerjasama dimulai pada pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, dengan konsep pengembangan irigasi lewat pembangunan Bendungan Sutami (1968-1973) yang dikerjakan secara swakelola di bawah bimbingan tenaga ahli Jepang, sehingga banyak menghasilkan banyak tenaga ahli bendungan pada saat itu," ujar Menteri Basuki. 

Berikut hasil kerjasama infrastukur yang dihasilkan:

Hasil Kerjasama

Kerjasama tersebut berkontribusi pada lahirnya Perum Jasa Tirta 1 sebagai badan pengelola DAS Brantas, berdirinya PT Brantas Abipraya dan PT. Indra Karya sebagai BUMN jasa konstruksi dan konsultansi bidang sumber daya air.

Dalam kerjasama pengembangan DAS Brantas, beberapa bendungan lain turut dibangun seperti Bendungan Selorejo (1963-1972), Wlingi (1972-1979), Lahor (1972-1977), Wlingi-Wlingi (1972-1979), Bening (1977-1984), Lodoyo (1978-1983), Lengkong (1971-1973), dan Wonorejo (1993-2002).


Lebih lanjut, kerjasama pembangunan bendungan dilanjutkan pada Bendungan Wonogiri (1976-1983) yang berada di DAS Bengawan Solo, Bendungan Bili-Bili (1992-2006) di DAS Jeneberang, dan Bendungan Batutegi (1992-2007) di DAS Way Sekampung.

Dalam upaya pengurangan risiko banjir, kerjasama Indonesia-Jepang dilakukan pada proyek rehabilitasi Sungai sejak tahun 1971 seperti di Sungai Ular Kota Medan (1971-2012), Sungai Krueng Kota Banda Aceh (1972-2007), Sungai Kuranji Kota Padang (1982-2016), Sungai Ciliwung dan Cisadane Jabodetabek (1994-2014), Sungai Citarum Bandung (1987-2019), Sungai Bolango Kota Gorontalo (2011-2018), dan Sungai Tondano Kota Manado (2011-2018).

Dalam pengendalian banjir lahar, kedua negara bekerjasama dalam pembangunan Sabo Dam dan pelatihan kepada insinyur Indonesia menjadi ahli Sabo.

"Saat ini teknologi infrastruktur Sabo Dam di Indonesia menjadi terbaik ke-2 setelah Jepang. Hingga kini sudah dibangun 646 bangunan Sabo Dam di Indonesia diantaranya 250 buah di lereng Gunung Merapi, dan 92 buah di lereng Gunung Agung," ungkap Menteri Basuki.

Melalui kerjasama tersebut, Indonesia telah memiliki banyak ahli Sabo dan telah dibentuk Sabo Technical Center di Yogyakarta sebagai pusat riset dan pengembangan teknologi Sabo untuk melatih tenaga ahli Sabo di Asia Pasifik. Kerjasama lainnya yakni pembangunan konservasi pantai di kawasan Pantai Bali pada tahun 1988-2012 yang dilanjutkan Bali Beach Conservation Project tahap kedua.

Share:

Recent Posts